“BINTANG BULAN”
(oleh
Aris Heryana)
|
Ramalan Kuno
Pada
tahun 1994, sebuah naskah kuno tanpa sengaja ditemukan oleh seorang Jurnalis
Italia bernama Enza Masa di Perpustakaan Biblioteca Nationale Centrale Roma. Pada
lembaran naskah terdapat sejumlah ramalan, salah satunya menyebutkan,”pada akhir masa, bintang-bulan akan
menguasai dunia”. Manuskrip tertanggal 1629 dan berjudul “Nostradomus Vatinicia Code” itu kemudian
diketahui oleh Michael de Notredame, seorang futurolog kenamaan Eropa abad-14.
Buku
ini berisikan 80 ilustrasi berwarna, diantaranya terdapat imej pasukan bulan bintang dengan kekuatan dan
keberanian yang tidak terhentikan pada akhirnya disebutkan “menguasai puncak
bukit masa depan dan berada pada posisi teratas dari roda akhir kehidupan”.
Makna “bintang-Bulan”
Manusia
hidup dengan simbol-simbol. Di dalam kehidupan ini, ada sesuatu yang lebih
dalam yang tidak kasat substansinya. Bahasa dan kata-kata pun merupakan sebuah
simboluntuk menjelaskan sesuatu. Bahkan alam dengan segala fenomena yang ada di
dalamnya juga sebuah “simbol” atau “tanda-tanda” yang menjelaskan esensi wujud
yang ada di belakangnya, yaitu Tuhan.
Bintag
adalah benda langit yang memiliki “cahaya otonom”, sehingga mampu menerangi
benda langit lainnya. Sementara bulan tidak punya cahaya, ia bersinar karena
ada cahaya bintang (matahari). Secara kasat mata, bintang terlihat lebbih kecil
dibandingkan bulan. Tetapi substansinya sangat besar, alamyang besar
menjaditerang karena pengaruh bintang. Secara maknawi, dalam persfektif
filosofis pada elemen “bintang-bulan” tersirat wujud ideal bagaimana seorang
muslim dan seorang pemimpin harus menjalani hidup, yaitu menjadi “penerang”
bagi rakyatnya.
Bintang
termaknai sebagai personifikasi “individu” yang dinamis, karena terus menerus memancarkan
cahaya. Sementara bulan,merupakan wujud “masyarakat” yang ikut bersinar karena
mendapatkan cahaya dari sang bintang.
Bintang
(matahari) tidak pernah sejenakpunberistirahat dari aktifitas “melontarkan
energi”. Pengabdiannya mampu menghidupkan makhluk-makhluk yang ada dalam orbit
pancarannya. Untuk menjadi cahaya, Keluarga Mahasiswa Kuningan (KAMUNING) harus
menjalani hidup melebihi tapal batas ego ke-Aku-An. Menjadi cahaya adalah
proses mujahadah menjadi “muslim otentik” sebuah proses transformasi diri dari
“basyar” menjadi “insan kamil. Keluarga Mahasiswa Kuningan (KAMUNING), harus
menjadi sang bintang yang terus memancarakan cahayanya kepada masyarakat
Kabupaten Kuningan (sang bulan).
Proses
untuk menjadi insan kamil harus terus diupayakan oleh mahasiswa Kuningan,
sehingga berpengetahuan luas dan senantiasa bekerja keras. Seperti halnya
mahasiswa pada umumnya yang menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi,
yaitu pendidikan, penelitian dan pengandian. Setelah mendapatkan ilmu maka
harus adanya sebuah pengabdian kepada daerah asal yaitu kabupaten Kuningan.
Tidak hanya menjalani hidup sebagai manusia yang shalih secara individu, tetapi
juga menjadi mujahid sosial yang tidak mengenal semangat musiman. Karena ada
relevansinya dengan apa yang menjadi tujuan KAMUNING, yaitu “Terbinanya Insan Akademis yang Bertqwa
kepada Tuhan YME, dan Menjadi Pelopor bagi Umat dan Bangsa”.